Berandaindonesia.com, Jakarta – Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhmad Misbakhun, menegaskan Menkeu Purbaya tidak perlu terjebak dalam polemik hal teknis gas elpiji dengan Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia. Ia juga mendesak Menkeu untuk fokus memperbaiki tata kelola pembayaran subsidi dan kompensasi dalam APBN.
Misbakhun menyoroti masalah klasik yang terus berulang dalam pembayaran subsidi energi. Pemerintah kerap terlambat merealisasi pembayaran dan ini membebani arus kas pemerintah. Kondisi ini berpotensi mengganggu pelayanan publik.
“Pemerintah kerap terlambat merealisasi pembayaran, membebani arus kas, bahkan berpotensi mengganggu pelayanan publik. Ini yang seharusnya segera Menteri Keuangan perbaiki,” ujar Misbakhun, Jumat (3/10).
Pernyataan ini sekaligus merespons polemik antara Menkeu, Purbaya dengan Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia. Keduanya berselisih soal data subsidi dan harga elpiji 3 kilogram.
Legislator Partai Golkar ini menegaskan, tugas utama Menteri Keuangan sebagai bendahara umum negara. Baginya, Menkeu Purbaya harus memastikan pembayaran subsidi berjalan tepat waktu, transparan dan akuntabel.
Sementara itu, aspek teknis seperti penetapan harga dan distribusi subsidi, menjadi kewenangan kementerian teknis. Kementerian ESDM dan Kementerian Sosial berwenang mengangani urusan tersebut.
Misbakhun mengingatkan, peraturan perundang-undangan sudah membagi kewenangan secara jelas. Dia juga menegaskan, Menteri Keuangan sebaiknya tidak keluar dari ranah kewenangannya.
“Peraturan perundang-undangan sudah jelas membagi kewenangan itu. Jadi, pernyataan Menkeu yang keluar dari ranahnya justru berpotensi menimbulkan gangguan koordinasi antarkementerian,” tegasnya.
Dia juga menekankan hakikat subsidi adalah menjaga daya beli rakyat kecil. Subsidi juga memastikan kelompok rentan mendapat akses energi dengan harga terjangkau. Karena itu, polemik antarkementerian tidak boleh menutupi tujuan utama kebijakan subsidi.
“Jika distribusi subsidi elpiji 3 kilogram atau subsidi energi lain tidak tepat sasaran, masyarakat kelas bawah yang paling dirugikan. Yang sekarang kita perlukan adalah perbaikan basis data penerima manfaat, integrasi sistem digital, dan sinergi antar kementerian, bukan perdebatan terbuka di ruang publik,” ujar Misbakhun.
Awal Polemik Menkeu Purbaya dan Menteri ESDM Bahlil
Polemik ini bermula saat Menkeu Purbaya berbicara dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI pada Selasa (30/9). Dia menyebut harga asli elpiji 3 kg senilai Rp42.750 per tabung.
Menkeu Purbaya menjelaskan, pemerintah menanggung subsidi sebesar Rp30.000 per tabung. Dengan demikian, masyarakat hanya perlu membayar Rp12.750 per tabung.
Namun, Menteri ESDM Bahlil menilai Purbaya salah membaca data tersebut. Bahlil menganggap Menteri Keuangan yang baru menjabat ini butuh penyesuaian.
“Itu mungkin Menkeu-nya salah baca data itu. Ya mungkin butuh penyesuaian,” ujar Bahlil di Gedung BPH Migas, Jakarta, Kamis (2/10).
Purbaya Diingatkan Untuk Menguatkan Koordinasi Daripada Membahas Polemik Data Elpiji 3kg
Misbakhun menilai, pemerintah membutuhkan penguatan koordinasi dan pemutakhiran data secara konsisten. Langkah ini lebih penting daripada berdebat diruang publik.
Dia juga mengingatkan pemerintah memproyeksikan peningkatan belanja subsidi dan kompensasi energi dalam APBN 2026. Peningkatan ini terjadi seiring ketidakpastian harga minyak dunia dan nilai tukar rupiah.
Oleh karena itu, disiplin fiskal dan tata kelola yang lebih baik sangat menentukan kredibilitas APBN. Hal ini juga berpengaruh pada kepercayaan publik terhadap pemerintah.
“Komisi XI DPR RI mendukung kebijakan subsidi untuk rakyat, tetapi tetap mengawasi agar pemerintah menjalankan APBN secara tertib, efisien, dan berpihak pada masyarakat. Menteri Keuangan harus menjawab tantangan ini dengan memastikan mekanisme pembayaran subsidi tepat waktu dan akuntabel,” ujar Misbakhun.