Berandaindonesia.com, Jakarta – Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI menggelar sidang pemeriksaan untuk lima anggota DPR yang partainya nonaktifkan. Dalam sidang tersebut, MKD menghadirkan tujuh saksi dan ahli untuk mengungkap kronologi peristiwa yang menyeret kelima anggota dewan tersebut.
Ketua MKD DPR RI Nazaruddin Dek Gam membuka sidang dengan menjelaskan tujuan pemeriksaan. Menurutnya, MKD mencari titik terang terkait rangkaian peristiwa yang mencuri perhatian publik. Adapun peristiwa itu terjadi mulai 15 Agustus sampai 3 September 2025.
“Ada lima anggota DPR RI yang telah dinyatakan nonaktif oleh partai masing-masing, yaitu Adies Kadir, Nafa Urbach, Surya Utama, Eko Hendro Purnomo, dan Ahmad Sahroni,” kata Dek Gam, Senin.
Selanjutnya, MKD menghadirkan sejumlah saksi untuk memberikan keterangan. Para saksi itu antara lain Deputi Persidangan Setjen DPR RI Suprihartini dan Koordinator orkestra pada sidang tahunan Letkol Suwarko.
Selain itu, MKD juga menghadirkan ahli kriminologi Prof. Dr. Adrianus Eliasta, ahli hukum Dr. Satya Arinanto, dan ahli sosiologi Trubus Rahardiansyah. Sementara itu, ahli analisis perilaku Gusti Aju Dewi dan Wakil Koordinator Wartawan Parlemen Erwin Siregar turut hadir memberikan keterangan.
Dek Gam kemudian menjelaskan awal mula kontroversi yang menjerat lima anggota dewan itu. Pada 15 Agustus 2025, MPR RI menyelenggarakan Sidang Tahunan dan Sidang Bersama DPR RI-DPD RI. Saat itu, sejumlah anggota DPR RI berjoget-joget di tengah sidang. Akibatnya, publik menuduh mereka telah menerima informasi kenaikan gaji lebih dulu.
Setelah sidang tersebut, kontroversi terus bergulir. Sejumlah anggota DPR RI kembali menuai sorotan. Mereka menyampaikan kalimat dan melakukan gestur yang publik nilai tidak etis.
“Karena itu, hari ini MKD akan meminta keterangan dari saksi-saksi dan ahli untuk memperjelas duduk perkara rangkaian peristiwa yang mendapat perhatian publik,” katanya.
Sebagai respons atas kejadian tersebut, partai politik mengambil langkah tegas terhadap kader mereka. Partai menonaktifkan lima anggota DPR RI yang terlibat kontroversi tersebut. Keputusan itu muncul setelah publik menggelar demonstrasi besar-besaran pada akhir Agustus 2025.