MK Tolak Usulan Batas Masa Jabatan Pengurus Parpol

MK

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo (tengah) memimpin sidang pembacaan putusan Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (27/11/2025). Dok: ANTARA

Berandaindonesia.com, Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi Pasal 22 UU Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik terkait usulan batas jabatan pengurus parpol maksimal dua periode. Ketua MK Suhartoyo menyatakan permohonan advokat Imran Mahfudi tidak beralasan hukum dalam sidang pleno di Jakarta, Kamis kemarin.

MK menilai dalil pemohon yang ingin menyamakan pembatasan masa jabatan pimpinan parpol dengan organisasi advokat tidaklah tepat. Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh membacakan pertimbangan hukum yang menegaskan perbedaan mendasar keduanya.

“Sekalipun organisasi advokat dan partai politik berada dalam ranah infrastruktur politik…, keduanya memiliki tujuan dan fungsi yang berbeda,” kata Daniel.

Mahkamah menjelaskan organisasi advokat merupakan salah satu badan yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman. Karena itu, MK tidak bisa menyamakan organisasi advokat dengan organisasi lain termasuk parpol.

MK menilai Pasal 22 UU Parpol sudah mengamanatkan prinsip demokratis dalam pengisian kepengurusan. Pasal tersebut mewajibkan parpol memilih kepengurusan di setiap tingkatan secara demokratis melalui musyawarah sesuai AD dan ART. Pembentuk undang-undang mengedepankan prinsip musyawarah untuk mencapai mufakat dalam pengisian kepengurusan.

Baca Juga  MK Hapus Celah Hukum Polisi Aktif Jabatani Posisi Sipil

“Dengan konstruksi norma Pasal 22 UU 2/2008 dimaksud, partai politik seharusnya memilih jalan musyawarah untuk mencapai mufakat sebagai pilihan pertama dalam proses pengisian kepengurusan,” ujar Daniel.

Namun demikian, MK mengingatkan parpol harus menuangkan amanat tersebut dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga. Selain itu, parpol juga harus mengatur berbagai kemungkinan model pengisian kepengurusan secara eksplisit dalam AD/ART.

“Pada titik itu, setiap anggota dapat melakukan perbaikan proses pengisian partai politik dalam perumusan materi atau substansi anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga partai politik,” tambah Daniel.

Pemohon Meminta MK Tolak dan Menafsirkan Ulang Batas Masa Jabatan Pengurus Parpol

Sebelumnya, pemohon menguji Pasal 22 UU Parpol dan meminta MK menafsirkan ulang pasal itu. Ia menginginkan parpol memilih pengurus untuk masa jabatan lima tahun dan hanya dapat memilih kembali mereka satu kali dalam jabatan yang sama. Pembatasan ini berlaku baik secara berturut-turut atau tidak berturut-turut sesuai AD dan ART.

Baca Juga  Mantan Bupati Sinjai Andi Seto Asapa Diangkat Jadi Direktur SDM PT. Timah

Imran beralasan jika parpol mengatur sendiri kepengurusan sepenuhnya sesuai AD/ART, mayoritas parpol tidak akan mengganti ketua umum. Menurutnya, mayoritas parpol juga tidak akan membuat pengaturan dalam AD/ART terkait pembatasan masa jabatan pimpinan di pusat maupun daerah.

“Mayoritas partai politik tidak memiliki kehendak untuk membatasi masa jabatan pimpinan partai politik, baik di pusat maupun di daerah, sehingga undang-undang perlu mengatur hal tersebut untuk memaksa partai-partai membatasi masa jabatan,” dalil Imran.

Pemohon mengaitkan pembatasan masa jabatan pimpinan organisasi advokat dengan merujuk Putusan MK Nomor 91/PUU-XX/2022. Dalam putusan tersebut, MK menegaskan undang-undang seharusnya mengatur pembatasan masa jabatan pimpinan organisasi advokat secara jelas dalam norma.

“MK sangat relevan menerapkan pandangan tersebut pada organisasi partai politik karena partai politik memiliki kekuasaan yang sangat besar dan konstitusi memberikan mandat kekuasaan besar tersebut secara langsung,” dalil Imran.

News