Posisi Soros dalam Krisis Moneter Asia 1997-1998

Soros dalam Krisis Moneter

George Soros, investor dan miliarder, serta pemilik Soros Open Society Foundation / Yayasan Sosial Soros. (Dok. Foto: https://www.independent.co.uk)

OPINI

Oleh: Pateddungi Topanrita Maqbul

Narasi bahwa George Soros adalah dalang dibalik krisis moneter di Asia Tenggara, dan khususnya di Indonesia 1997-1998 masih sering terdengar hingga hari ini. Sosoknya selalu digambarkan sebagai spekulan mata uang yang menghancurkan ekonomi negara berkembang. Rekam jejaknya saat peristiwa Black Wednesday membuatnya kerap dikambinghitamkan oleh pemimpin negara di Asia.

Secara implisit, Kompas 1998 pernah memberitakan pidato yang Soeharto menyinggung Soros. Dalam pidato itu, Soeharto mengatakan ada kekuatan luar yang memainkan spekulasi terhadap mata uang rupiah.

“Ini yang tidak bisa kita biarkan berlanjut, ini bukan lagi pasar bebas, tapi manipulasi,” ujar Presiden Soeharto waktu itu.

Soeharto memang tidak menyebut nama. Namun, tuduhan tersebut jelas mengarah kepada sosok Soros. Soros memang dikenal sebagai pelaku “short selling” terhadap mata uang Asia, terutama baht Thailad dan ringgit Malaysia.

Namun hingga kini, tidak ada bukti konkret yang menunjukkan bahwa ia secara langsung menyerang rupiah Indonesia.

Bukan Soros Tapi Murni Krisis Moneter

Dalam buku “The Crisis of Global Capitalism (1998), Soros menjelaskan bahwa ia membeli mata uang Asia saat nilainya terjun bebas, bukan mengambil keuntungan dari kehancuran mereka. Soros sendiri menyatakan bahwa ekonomi Indonesia sudah mengunci posisinya sebelum krisis mencapai puncaknya.

Tudingan terhadap Soros tersebut mengabaikan kenyataan pahit tentang rapuhnya pondasi ekonomi Indonesia saat itu. Struktur utang luar negeri perusahaan Indonesia sangat tinggi, sedangkan pendapatan mereka dalam rupiah.

Baca Juga  Harga Beras Naik Karena Permainan Distributor

Ketika nilai tukar rupiah anjlok, banyak korporasi tidak mampu membayar utangnya. Di sisi lain, tidak pengawasan yang baik terhadap sektor perbankan nasional. Praktik kolusi serta nepotisme merajalela di bawah rezimpemerintahan Orde Baru. Situasi ini menciptakan kerentanan luar biasa yang siap runtuh sewaktu-waktu.

Krisis mulai menggerus kepercayaan investor asing. Modal keluar secara masif, sementara cadangan devisa menipis. Rupiah jatuh bebas, dan Bank Indonesia kesulitan menstabilkan kurs.

Ketidakmampuan pemerintah merespons cepat juga ikut memperburuk keadaan. Ada pula konflik internal elit politik yang memperlambat pengambilan keputusan. Ini semua adalah faktor internal yang menentukan. Jadi, bukan manuver seorang spekulan tunggal dan firma investasi.

Pemimpin Asia Koreksi Tudingan kepada Soros

Perdana Menteri Malaysia, Mahatir Mohamad, adalah salah satu tokoh yang pernah secara terbuka menuduh Soros. Mahatir menyebut sosok Soros sebagai biang dari krisis di kawasan Asia.

Namun pada 2006, Mahatir mengakui bahwa tuduhan tersebut tidak berdasar. Ia mengakui bahwa Soros tidak bertanggung jawab atas kehancuran ekonomi Asia saat itu. Pengakuan ini penting sebagai koreksi terhadap narasi lama yang terlalu menyederhanakan persoalan global menjadi sekedar ulah satu orang.

Mengulang tudingan terhadap Soros tanpa data yang solid hanya memperkuat budaya menyalahkan pihak asing. Setiap kali terjadi krisis atau masalah dalam negeri, pihak penguasa kerap menyalahkan pihak-pihak eksternal.

Baca Juga  Pada Sidang Umum PBB, Presiden RI Akan Suarakan Palestina

Padahal, pelajaran paling berharga dari krisis tahun 97/98 adalah pentingnya reformasi internal. Karena itu, harus ada upaya memperbaiki tata kelola, membangun transparansi, dan membatasi ketergantungan pada utang jangka pendek. Soros ini hanyalah katalis, bukan penyebab utama dari runtuhnya ekonomi Asia Tenggara, khususnya Indonesia.

Publik harus mendapatkan edukasi dan berpikir lebih kritis, dan tidak terjebak dalam teori konspirasi yang mengabaikan konteks struktural. Dalam dunia keuangan global, spekulasi adalah bagian dari sistem. Negara yang tidak siap secara regulasi dan pondasi ekonomi, akan selalu menjadi korban, siapapun spekulannya.

Sudah saatnya kita merekonstruksi ingatan tentang krisis 1998 secara objektif. Menyudutkan George Soros sebagai pemicu Krisis Moneter Asia tanpa bukti, bukan saja tidak adil, tetapi juga menghambat kemajuan pemahaman publik terhadap sejarah ekonomi nasional.

Sebaliknya, bangsa ini seharusnya bercermin pada kelemahannya sendiri. Bangsa ini harus memastikan krisis serupa tidak terulang karena kesalahan yang sama.[]

=====

Pateddungi Topanrita Maqbul
Pateddungi Topanrita Maqbul

Artikiel Opini ini ditulis oleh Pateddungi Topanrita Maqbul (atomaqbul@gmail.com), Mahasiswa Sarjana Program Studi Ilmu Politik, Universitas Islam Syarif Hidayatullah, Ciputat, Jakarta. Opini ini adalah kiriman dari penulis sendiri. Isi opini adalah sepenuhnya tanggung jawab penulis dan tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi Berandaindonesia.com.

News