Editorial
Hanya 24 dari 85 Anggota DPRD Sulsel yang hadir pada sidang paripurna DPRD Sulsel, Jumat (11/7).
Seharusnya sidang paripurna ini tidak sah karena tidak kuorum. Minimal 56 orang (2/3) harus hadir. Padahal, paripurna ini sudah dihadiri Gubernur Andi Sudirman Sulaiman.
Sidang paripurna di DPRD Sulsel memang sudah kerap ditunda karena ketidak-hadiran Gubernur Sulsel Andi Sudirman. Legislator DPRD Sulsel pun sudah kerap mengeluhkan kelakuan Andi Sudirman ini.
Gambaran di atas memperlihatkan betapa hubungan antara Gubernur Sulsel dan DPRD telah berada dalam kondisi yang sangat egois. Di pihak DPRD Sulsel, ada akumulasi kekecewaan yang mengendap. Mereka menyebut Gubernur Andi Sudirman bersikap acuh setiap kali mangkir di paripurna tanpa alasan.
Momen-momen penting seperti paripurna laporan pertanggungjawaban atau rancangan APBD Perubahan adalah kepentingan rakyat. Seharusnya jika Gubernur dan legislator bekerja untuk kepentingan rakyat, paripurna seperti itu jangan dijadikan permainan.
Hubungan antara DPRD Sulsel dan gubernur Sulsel telah menciptakan iklim politik yang dingin di internal pemerintahan di Sulsel. Legislator DPRD Sulsel kerap secara terbuka mengkritik keras sikap gubernur karena tidak menghargai lembaga legislatif.
Bahkan mereka menyebut sikap gubernur itu sebagai bentuk pelecehan terhadap institusi legislatif.
Ada juga beberapa anggota DPRD bahkan menyebut gubernur Andi Sudirman ini tidak memiliki iktikad baik terhadap lembaga legislatif. Mereka menyebut aksi gubernur Andi Sudirman yang kerap tidak hadir itu sebagai bentuk kesombongan kekuasaan.
Paripurna yang seharusnya menjadi forum diskusi konstruktif antara eksekutif dan legislatif kerap berubah menjadi ajang dialog antara legislator dan kursi kosong gubernur Andi Sudirman.
Giliran sidang paripurna Jumat 11 Juli, ketika gubernur akhirnya hadir, justru anggota dewan yang banyak absen. Ada 61 anggota legislatif tidak datang. Kondisi ini memperlihatkan kehancuran komunikasi timbal balik antara DPRD Sulsel dan Gubernur Sulsel. Kepentingan rakyat menjadi korban.
Gubrnur Andi Sudirman semestinya menjadi contoh dalam membangun komunikai politik dalam pemerintahan yang sehat dan terbuka. Begitu pun para legislator harus mampu menunjukkan integritasnya dengan konsisten hadir dan menjalankan tugas konstitusional, sekalipun mereka sedang kecewa.
Saling Boikot
Boikot dalam forum resmi seperti paripurna tidak boleh menjadi bentuk protes. Jika ini berulang, maka publik akan bertanya: siapa yang benar-benar bekerja untuk kepentingan rakyat Sulsel: Gubernur Sulsel atau DPRD Sulsel?
Sudah saatnya DPRD dan Gubernur memperbaiki hubungan mereka. Mereka harus mengedepankan kepentingan publik. Kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah daerah akan terus tergerus jika pola saling balas ini terus berlanjut.