Akademisi Unhas Dorong Revisi Regulasi Pemilu yang Lebih Demokratis dan Adaptif

Pemilu Demokratis dan Adaptif

Peserta FGD di Program Studi Ilmu Politik Unhas. (Dok. Fisip Unhas)

Berandaindonesia.com, Makassar–Program Studi Ilmu Politik Universitas Hasanuddin menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertema “Masukan Akademisi untuk Revisi Regulasi Pemilu di Indonesia”. Kegiatan berlangsung di Kampus Unhas Tamalanrea, Selasa (22/7).

Forum ini menjadi wadah diskusi kritis untuk menghimpun masukan dari kalangan akademisi, mahasiswa, dan mitra kebijakan. Masukan nanti ini merupakan merespons rencana revisi Undang-Undang Pemilu.

Diskusi ini menunjuk Haryanto, S.IP., M.Si. sebagai moderator dan menghadirkan tiga pemantik utama, yaitu Prof. Dr. Gustiana A. Kambo, M.Si., Prof. Dr. Armin Arsyad, M.Si., serta Dr. Andi Ali Armunanto, M.Si. Peserta terdiri atas dosen-dosen FISIP Unhas, perwakilan The Asia Foundation, serta mahasiswa dari jenjang S1, S2, dan S3 Ilmu Politik Unhas.

Usul Capres Harus Sarjana S3

Salah satu isu utama yang mengemuka dalam diskusi adalah usulan peningkatan standar kualitas calon legislatif dan eksekutif. Prof. Armin Arsyad menekankan pentingnya pendidikan minimal sebagai syarat pencalonan: S3 untuk presiden dan DPR RI, S2 untuk gubernur dan DPRD provinsi, serta S1 untuk bupati/wali kota dan DPRD kabupaten/kota.

Baca Juga  Ketua DPRD Maros Apresiasi Program YESS, Ciptakan Wirausaha Milenial di Sektor Pertanian

“Calon juga harus bersih dari kasus korupsi, memiliki pemahaman yang kuat tentang ilmu sosial-politik, dan wajib mengikuti pelatihan pemerintahan jika berasal dari latar belakang non-sosial,” tegas Armin.

Ia juga menambahkan bahwa partai politik semestinya membuka ruang konvensi dan menjaring aspirasi publik sebelum mengusung calon.

Sementara itu, Prof. Gustiana A. Kambo menyoroti pentingnya reformasi dalam rekrutmen penyelenggara pemilu. Menurutnya, anggota KPU dan Bawaslu harus direkrut secara profesional dan bebas dari intervensi partai politik.

“Anggota KPU sebaiknya memiliki latar belakang ilmu politik agar mampu memahami mekanisme kepemiluan secara mendalam,” ujarnya.

Kampanye Politik Rawan Manipulasi Digital

Dr. Andi Ali Armunanto menambahkan bahwa regulasi pemilu mendatang harus mulai mengatur secara tegas penggunaan media sosial dan kecerdasan buatan (AI) dalam kampanye.

“Kampanye digital saat ini rawan dimanipulasi oleh teknologi, dan jika tidak diawasi, akan merusak kualitas demokrasi,” ungkapnya.

Baca Juga  Fakultas Peternakan Unhas Siap Jadi Pusat Unggulan Peternakan Kuda

Masukan penting juga datang dari Endang Sari yang menyoroti potensi ketimpangan akibat pemisahan jadwal pemilu nasional dan lokal.

“Harus ada regulasi yang mengatur kemungkinan perpanjangan masa jabatan anggota legislatif jika pemilu tidak bersamaan, karena mereka bisa menjabat lebih dari lima tahun,” jelasnya.

Ia juga menilai perlunya memperjelas definisi kampanye dalam undang-undang yang masih kabur dan rawan penyalahgunaan.

PS Ilmu Politik Unhas akan menyampaikan hasil FGD ini pada Workshop Nasional pada Selasa 29 Juli 2025. Waorkshop Nasional memilih tajuk “Mewujudkan Pemilu yang Adil dan Representatif: Masukan Publik untuk Regulasi Pemilu di Indonesia”. Workshop tersebut akan menghadirkan Wakil Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia.

Kegiatan ini menunjukkan komitmen Prodi Ilmu Politik Unhas dalam membangun ruang dialog akademik. Ruang dialog ini dapat memberi kontribusi langsung terhadap penyusunan kebijakan publik yang lebih demokratis, adil, dan kontekstual dengan dinamika zaman.

News