Berandaindonesia.com, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyelidiki dugaan dalam kasus korupsi proyek kereta cepat Indonesia-China atau Kereta Cepat Jakarta-Bandung (Whoosh). KPK memulai penyelidikan kasus ini sejak awal tahun 2025.
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengonfirmasi hal tersebut di gedung Merah Putih KPK, Jakarta. Menurutnya, proses penyelidikan masih terus berlangsung hingga saat ini.
“Diawali sejak awal tahun, dan tentunya ini masih terus berjalan,” ujar Budi. Senin (27/10).
KPK belum membuka detail penyelidikan tersebut kepada publik. Lembaga pemberantasan korupsi itu masih merahasiakan apakah kasus ini terkait dengan kerugian negara atau gratifikasi. Budi menegaskan pihaknya akan fokus mengumpulkan bukti terlebih dahulu.
“Kami masih fokus dulu untuk mencari dan menemukan unsur-unsur peristiwa adanya dugaan tindak pidana korupsinya. Ya, kami fokus dulu di situ dalam tahap penyelidikan,” jelasnya.
Lembaga itu belum mengungkap pihak mana saja yang sudah memberikan keterangan. Namun, Budi memastikan penyelidikan terus berjalan melalui berbagai pihak yang relevan.
“Itu termasuk yang belum bisa kami sampaikan. Namun, kami pastikan ya, KPK terus menelusuri melalui pihak-pihak yang diduga mengetahui, serta memiliki informasi dan keterangan yang dibutuhkan untuk mengurai, memperjelas, dan membuat terang dari perkara ini,” katanya.
Mahfud MD Ungkap Dugaan Mark Up Anggaran, KPK Panggil untuk Berikan Keterangan
Penyelidikan ini bermula dari pernyataan mantan Menko Polhukam Mahfud MD. Dalam video di kanal YouTube pribadinya pada 14 Oktober 2025, Mahfud mengungkap dugaan penggelembungan anggaran proyek Whoosh.
Ia menyebut biaya per kilometer kereta cepat ini mencapai 52 juta dolar AS. Biaya pembangunan kereta cepat di China lebih rendah daripada angka tersebut.
“Menurut perhitungan pihak Indonesia, biaya per satu kilometer kereta Whoosh itu 52 juta dolar Amerika Serikat. Akan tetapi, di China sendiri, hitungannya 17-18 juta dolar AS. Naik tiga kali lipat,” katanya.
Mahfud kemudian mempertanyakan pihak yang bertanggung jawab atas kenaikan biaya tersebut. Ia juga mendesak Lembaga itu untuk menyelidiki aliran dana dari selisih biaya itu.
“Ini siapa yang menaikkan? Uangnya ke mana? Naik tiga kali lipat. 17 juta dolar AS ya, dolar Amerika nih, bukan rupiah, per kilometernya menjadi 52 juta dolar AS di Indonesia. Nah itu mark up. Harus diteliti siapa yang dulu melakukan ini,” ujarnya.
Merespons pernyataan Mahfud, KPK mengimbau mantan pejabat itu membuat laporan resmi pada 16 Oktober 2025. Setelahnya, komunikasi antara Mahfud dan KPK terus berlangsung. Pada 26 Oktober 2025, Mahfud menyatakan kesediaannya dipanggil KPK untuk memberikan keterangan.