Berandaindonesia.com, Makassar–Fenomena politik dinasti di Indonesia menunjukkan tren penguatan yang signifikan, terutama dalam gelaran Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
Hal ini diungkapkan dalam diseminasi penelitian “Pelacakan Politik Dinasti di Indonesia” oleh Prof. Amalinda Savirani, di ruang pertemuan Dekan FISIP Universitas Hasanuddin, Makassar, Senin (23/6/2025).
Penelitian ini menyoroti dampak fenomena Politik Dinasti terhadap kualitas demokrasi di Indonesia.
Penelitian ini juga menyoroti Sulawesi Selatan sebagai provinsi dengan angka kandidat berlatar belakang dinasti tertinggi di Indonesia. Dari 22 kabupaten dan 3 kota di Sulsel, 23 di antaranya tercatat memiliki kandidat dinasti yang berlaga di Pilkada.
Hanya dua daerah yang tidak diwarnai oleh kehadiran kandidat dinasti.
“Di Kota Makassar contohnya, dari empat pasangan calon atau delapan orang yang berkompetisi, tujuh di antaranya memiliki latar belakang dinasti politik,” ungkap Prof. Amalinda.
Dari hasil penelitian bersama Dr Yoes Kenawas dari Unika Arma Jaya, Prof Amalinda menyampaikan beberapa kesimpulan kunci dari penelitiannya.
Yaitu terjadi penguatan Dinasti-isme Yang menunjukkan kecenderungan politik kekeluargaan semakin menjadi ciri khas dalam kontestasi politik lokal.
“Dinasti-isme dalam Pilkada terus menguat, meskipun menguat, pembentukan dinasti politik tidak selalu mulus. Ada banyak kandidat dinasti yang kuat kalah dalam Pilkada,” tegas Prof. Amalinda.
Prof. Amalinda secara lugas menyatakan bahwa dinasti-isme merupakan bentuk pengikisan demokrasi.
“Ini melemahkan kompetisi, yang merupakan ciri utama demokrasi,” ujarnya.
Beberapa temuan hasil penelitian Prof Amalinda, terjadi peningkatan jumlah kandidat dinasti yang menang dalam Pilkada.
Analisis data menunjukkan peningkatan drastis jumlah kandidat dinasti yang berhasil memenangkan Pilkada: kurun 2015-2018: 65 kandidat dinasti menang, sementara 137 kandidat dinasti kalah.
Tahun 2020: Angka kemenangan meningkat menjadi 87 kandidat dinasti, dengan 72 kandidat dinasti kalah. Dan pada 2024: Terjadi lonjakan signifikan dengan 263 kandidat dinasti menang dan 396 kandidat dinasti kalah.
“Sebanyak 39,9% atau 263 dari total 659 kandidat dinasti berhasil memenangkan Pilkada 2024,” terang Prof. Amalinda.
Ia juga menambahkan bahwa lebih dari 40% atau 227 daerah dari 545 daerah yang menggelar Pilkada memiliki pemenang berlatar belakang dinasti.
Perbedaan antara jumlah orang dan jumlah daerah ini disebabkan adanya koalisi antar keluarga politik.
“Dalam Pilkada 2020, 45% dari 159 kandidat dinasti menang. Sementara pada Pilkada 2015-2018, 67,8% dari total 202 kandidat dinasti berhasil meraih kemenangan,” jelasnya.
“Artinya, lebih banyak kandidat dinasti memenangkan Pilkada,” katanya menyimpulkan
Kegiatan diseminasi hasil penelitian ini dihadiri kalangan dosen dan mahasiswa FISIP Unhas, seperti Dekan FISIP Prof Sukri Tamma, mantan Dekan FISIP Prof Armin Arsyad, Kapus Disabilitas Unhas Dr Ishak Salim, Ketua Prodi Ilmu Politik Dr Sakinah Nadir.
Sebagai bentuk transparansi dan kontribusi pada kajian demokrasi, Prof. Amalinda mengundang masyarakat dan peneliti untuk memanfaatkan dataset penelitian ini secara gratis.
“Data dapat diakses publik mulai Juli 2025 melalui www.dinastipolitik.id,” tutup Kepala Pusat Penelitian PolGov UGM ini.