Menguji Ijazah Palsu Dengan Termometer

BERANDAINDONESIA.COM–Sejak periode pertama kepresidennya (2014-2019), Joko Widodo atau Jokowi sering diserang isu bahwa ijazah kesarjanaanya di Universitas Gadjah Mada (UGM) adalah palsu. Isu terus begulir dan menguat seiring kuatnya posisi Jokowi sebagai presiden RI di akhir periode pertama dan selama periode kedua.

Satu hal yang paling mendasar yang belum dipenuhi oleh pembenci Jokowi adalah mereka atau pihak mereka belum bisa menunjukkan ijazah Jokowi yang asli, sebagai alat untuk meyakini bahwa ijazah yang dipegang oleh Jokowi adalah palsu.

Dalam ranah pembuktian pengadilan, bukti-bukti yang diajukan oleh penggugat atau pemohon, selalu tidak terkait langsung dengan dakwaan atau dalil tuduhan. Sudah lazim kita dengar istilah hukum, siapa yang berdalil (menuduh) maka mereka/dia yang berkewajiban membuktikan.

Itulah sebabnya, alat untuk membuktikan suatu hal sebagai palsu maka perlu memperlihatkan versi asli. Jika ada yang disebut logika nyeleneh, mungkin seperti ini ceritanya. Kenapa ada uang palsu, karena ada uang asli. Kenapa ada emas palsu, karena ada emas asli. Kenapa ada sertifikat tanah palsu, karena ada sertifikat versi aslinya. Inilah lubang besar yang selalu membuat isu ijazah palsu yang dituduhkan kepada Jokowi tidak pernah mengalami kemajuan di jalur hukum.

Pada hukum alam, tidak ada sesuatu yang muncul di bumi yang diawali oleh versi palsu, lalu kemudian Tuhan memunculkan versi aslinya. Selamanya, selalu benda atau mahluk itu muncul secara tunggal (tanpa versi) di alam ini. Manusialah yang kemudian membuat versi palsunya. Demikian juga, tidak pernah ada nabi versi palsu lebih dahulu, lalu kemudian Tuhan mengutus nabi versi asli.

Urutan ini penting untuk memahami posisi UGM, sebagai pemegang otoritas tertinggi dan paling sah penerbit ijazah mantan Presiden Jokowi. Jika Jokowi sebagai pihak sebagai pemegang ijazah–yang diakui keasliannya oleh Jokowi sendiri dan UGM, berarti yang muncul belakangan itu adalah palsu. Jika Jokowi mengklaim ijazahnya asli, dan pembenci juga mesti memegang versi asli ijazah Jokowi. Dengan begitu, maka salah satunya mesti palsu. Kalau pembenci tidak bisa memastikan keaslian versinya sendiri dan yang dipegang oleh Jokowi itu palsu, itu artinya isu ini sudah berakhir.

Itulah yang terjadi, keaslian ijazah Jokowi tidak diuji dengan alat ukur yang benar. Ibarat tinggi tiang listrik diukur dengan satuan kilogram. Kecepatan benda diukur dengan satuan derajat celcius. Keaslian ijazah sarjana Jokowi diukur dengan mata Jokowi yang dibantu dengan kacamata, diuji dengan jenis huruf font pada skripsinya, diuji melalui ingatatan teman kelasnya, diuji dengan penulisan nama kepala sekolah SMAnya yang lain-lain. Dan seterusnya, dan seterusnya.

Jika ingin mengukur apakah Jokowi sekarang memang tidak pakai kacamata atau tidak, sudah betul mempersoalkan kenapa dulu dia pakai kacamata, sementara sekarang tidak. Namun pengujian ini bukan untuk membuktikan ijazah Jokowi itu palsu atau asli.

Jika menguji apakah skripsi Jokowi dibuat tahun 1985 atau bukan pada tahun itu, tentu bukan mengujinya dengan penggunaan Times New Roman atau Arial misalnya, tetapi adakah bukti bahwa skripsi itu dibuat tahun 2014, bukannya tahun 1985. Ini juga yang penghujat Jokowi tidak bisa buktikan.

Pimpinan UGM sudah berusaha meyakinkan semua pihak bahwa ijazah Jokowi adalah benar adanya, juga bahwa dia telah menjalani seluruh tahapan akademik hingga wisuda. Pembenci berdalih bahwa UGM sudah terbeli untuk mendukung isu keaslian ijazah Jokowi. Lagi-lagi, pembenci juga tidak membuktikan bahwa UGM sudah terbeli.

Mereka hanya mengatakan bahwa UGM tidak bisa lagi dipercaya seperti dulu. Namun, begitu digiring masuk ke wilayah pembuktian hukum, mereka semua bungkam. Sebagian dari pembenci ini sedang dan telah menjalani hukuman karena tidak bisa membuktikan kepalsuan ijzah Jokowi.

Aksi Amien Rais, Roy Suryo dan kawan-kawan yang mewakili kawanan pembenci Jokowi, menggeruduk UGM beberapa waktu lalu, mendesak petinggi kampus itu untuk jujur mengenai keaslian ijazah Jokowi. Dalam banyak momen, UGM dan petingginya selalu menegaskan bahwa ijazah Jokowi itu benar, sekaligus asli. Sikap tegas ini pun tidak diterima, dan kawanan itu menyebut UGM tidak jujur, dan melindungi skandal ijazah Jokowi yang bermasalah.

Mempersoalkan keaslian sebuah faktur pajak mobil dengan menguji keaslian font huruf dan angka, serta jenis dan tahun pembuatan tinta yang digunakan pada cetakan faktur itu, itulah kegagalan fungsi otak yang sedang berjalan.

Intinya, menua sebagai pembenci, mati sebagai pembenci, dan dikubur oleh kebencian.

News