Independensi OJK, Nafas Terakhir Para Penjaga Benteng

OJKIndonesia

Otoritas Jasa Keuangan

Rapat Umum Pemegang Saham PT Bank Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat, atau disingkat PT Bank Sulselbar Rabu 14 Mei 2025 di Makassar, telah melahirkan beberapa keputusan penting. Salah satu yang fenomenal dari keputusan itu adalah perubahan struktur manajemen.

Website resmi Pemprov Sulsel (14/5) mencatatkan perubahan struktur terbesar pada jajaran komisaris Bank Sulselbar. Sekertaris daerah Pemprov Sulsel Jufri Rahman menjadi komisaris utama. Huswan Husain dan Andi Fadly Ferdiansyah ditunjuk menjadi komisaris independen.

Merujuk pada berita Tribun Timur online (14/5), Huswan Husain yang tercatat sebagai politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), adalah besan dari Sumardi Sulaiman (almarhum), kakak kandung Gubernur Sulsel Sudirman Sulaiman. Sementara Andi Fadly adalah suami dari ketua DPRD Sulsel Andi Rachmaka Dewi. Andi Fadly adalah kader Partai Nasdem yang baru saja diberhentikan dari anggota Dewas Perumda PDAM Kota Makassar.

Sesuai ketentuan perbankan di Indonesia, ketiga ketua dan anggota komisaris ini masih harus mengikuti Uji Kepatutan dan kelayakan di OJK (Otoritas Jasa Keuangan) di Jakarta. Hal ini berarti bahwa keputusan RUPS di atas yang menunjuk tiga orang ini masih bersifat usulan ke OJK. Mereka akan resmi bekerja pada jabatan itu setelah mendapat kelulusan dan persetujuan dari OJK. Apakah OJK mampu bekerja independen dalam urusan ini?

Independensi OJK

Independensi bagi OJK bukan sekadar kata kerja pasif, tapi merupakan urat nadi yang memompa darah integritas ke seluruh tubuh sistem keuangan (di Indonesia). Lembaga ini tak boleh hanya berdiri tegak di atas fondasi hukum, tapi juga harus melangkah dengan hati yang bebas dari hasrat kuasa. Tanpa independensi, OJK hanyalah boneka elegan dalam etalase negara yang dipoles rapi, tapi tali-tali kendalinya tetap dipegang oleh para penari bayangan yang bersembunyi di balik tirai kekuasaan.

Bayangkan bila hakim tak bebas, polisi tak netral, dan OJK tak independen, maka hutan hukum kita akan penuh satwa buas yang saling memangsa, sementara para petani yang berkeuangan kecil ditinggalkan tanpa pagar. Independensi adalah pagar itu. Ia melindungi dari Serigala berkepentingan yang hendak menjadikan bank sebagai ladang privat untuk menanam benih politik, menuai rente, dan mengabaikan etika tata kelola.

Komisaris dan direksi bank (pembangunan) daerah bukanlah sekadar jabatan. Mereka adalah jantung yang bertugas memompa kepercayaan publik. Bila jantung itu diganti hanya karena tekanan politik atau “utang budi,” maka sistem keuangan bukan hanya sakit—ia koma. OJK, sebagai dokter penjaga denyut itu, harus meresepkan keputusan dengan ilmu, bukan dengan intervensi dari ruang rapat elite yang berisik oleh kalkulasi elektoral.

OJK Benteng Perbankan

Independensi juga bukan klaim bahwa ia harus tampak dalam keputusan, terasa dalam proses, dan mengalir dalam narasi publik. Jangan biarkan OJK berubah menjadi menara gading yang mematung dalam diam, sementara bara api konflik kepentingan terus menjalar dari lantai-lantai bawah. Bila pengawas mulai tidur seranjang bersama dengan yang diawasi, maka musibah bukan lagi soal “jika”, tapi soal “kapan”.

Karena itu, menjaga independensi OJK bukan hanya tugas internal lembaga, tapi panggilan moral bangsa yang ingin sistem keuangannya tumbuh seperti pohon rindang: berakar dalam transparansi, berdaun etika, dan berbuah keadilan. Sebab ketika regulator bisa dibeli, direksi bisa dititipkan, dan pengawasan bisa dibengkokkan, maka negara ini bukan lagi tempat bernaung kepercayaan, melainkan hanya pasar gelap bagi kepentingan yang berselimutkan legalitas.

Lembaga keuangan seperti bank dan OJK, tentu bukanlah budak/bidak yang bertugas melegitimasi anasir-anasir kekuasaan, kepentingan politik, dan hasrat memperkaya diri bagi pejabat yang sedang kekenyangan di meja kekuasaan. Pada gilirannya, bank pembangunan daerah menjadi palagan bancakan bagi pahlawan-pahlawan tim sukses, yang telah berkontribusi besar membelanjakan zakat-infaq elektoral dan finansial selama musim pilkada.[]

Andi Dahrul
Andi Dahrul

Artikiel Opini ini ditulis oleh Andi Dahrul (rhoelss@yahoo.com), yang bekerja sebagai dosen di Kota Makassar. Opini ini adalah kiriman dari penulis sendiri. Isi opini adalah sepenuhnya tanggung jawab penulis dan tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi BerandaIndonesia.com.

News