Gubernur Andi Sudirman Bolos pada Rapat Paripurna DPRD Sulsel

Gubernur Andi Sudirman

Ilustrasi anggota legislatif menunggu kepala daerah yang tidak hadir pada rapat paripurna. (Dok. Berandaindonesia.com)

Editorial

Rapat paripurna DPRD Sulawesi Selatan (Sulsel) yang sedianya membahas penjelasan Gubernur Andi Sudirman Sulaiman atas Ranperda APBD Tahun Anggaran 2024, gagal dilaksanakan pada Senin (30/6/2025).

Gubernur Andi Sudirman yang telah mengkonfirmasi untuk hadir, tidak hadir, alias bolos. Gubernur Andi Sudirman tidak hadir. Ia hanya mengutus Sekretaris Provinsi Jufri Rahman.

Wakil Gubernur Fatmawati Rusdi pun tidak tampak. Rencananya, Pimpinan DPRD Yasir Mahmud (F. Gerindra) yang akan memimpin rapat ini.

Ini bukan kali pertama Gubernur Sulsel absen dalam forum penting bersama DPRD. Berdasarkan catatan, Gubernur Andi Sudirman baru dua kali hadir dalam rapat-rapat DPRD sejak pelantikannya bersama Fatmawati Rusdi pada Februari 2025.

Yaitu hanya hadir dalam rapat paripurna sertijab pada 7 Maret, dan rapat tentang kesepakatan rancangan awal RPJMD Sulsel 2025-2029 pada 21 April 2025.

Ketidakhadiran ini menjadi sinyal serius bagi kualitas hubungan antara eksekutif dan legislatif.

Ironisnya, dua fraksi pengusung utama pasangan Andi Sudirman–Fatmawati pada Pilkada tahun lalu, yakni PKS dan Golkar, kini justru bersuara paling keras. Kritik keduanya mengisyaratkan adanya hubungan antara eksekutif dan legislatif.

Gubernur Andi Sudirman mesti memahami bahwa rapat paripurna bukanlah sekadar rutinitas administratif. Itu adalah forum tertinggi dalam sistem pemerintahan daerah. Forum paripurna itu adalah jembatan komunikasi tertinggi antara wakil rakyat dan kepala daerah.

Publik bisa menganggap kelakuan bolos Gubernur Andi Sudirman ini sebagai bentuk pengabaian dan sikap tidak penghormatan terhadap lembaga wakil rakyat.

Pengelolaan pemerintahan bukanlah semata soal kebijakan dan pelaksanaan program. Pengelolaan itu juga menuntut komunikasi dan kolaborasi.

Ketika kepala daerah absen tanpa alasan yang jelas dalam forum resmi seperti paripurna DPRD, publik dapat memaknai sikap gubernur itu sebagai simbol ketidaksediaan membangun kebersamaan dalam pengambilan keputusan.

UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, kepala daerah wajib membangun hubungan yang harmonis dan profesional dengan DPRD. Ketidakhadiran yang berulang ini bisa jadi merupakan pengingkaran terhadap semangat tata kelola pemerintahan yang baik.

Wibawa DPRD Sulsel Jatuh

Jika hal ini terus terjadi, DPRD Sulsel dapat menempuh sikap konstitusional untuk melindungi wibawa kelembagaannya. Misalnya, menyampaikan rekomendasi evaluasi kepada Menteri Dalam Negeri. Selain itu, legislatif juga punya instrumen evaluasi sendiri seperti Hak Angket atau Hak Interpelasi.

Lebih jauh, ketidakhadiran kepala daerah dalam forum pengambilan keputusan di atas bisa berdampak pada lambannya proses legislasi dan pengesahan anggaran. Ini berpotensi menghambat realisasi program-program pembangunan, yang mana rakyat sangat membutuhkannya.

Yang paling berisiko adalah rusaknya kepercayaan publik terhadap kepemimpinan daerah. Pemilih sebelumnya tentu berharap gubernurnya hadir dan aktif dalam menyerap serta menjawab aspirasi rakyat oleh para wakil rakyat.

Kita mesti mengajak Gubernur Andi Sudirman untuk merefleksikan kembali sikap dan etika politik terhadap DPRD. Menghadiri rapat paripurna bukanlah soal prosedur belaka, melainkan bentuk tanggung jawab dan penghormatan terhadap institusi demokrasi.

Jangan sampai absennya pemimpin justru menjadi preseden buruk dalam tata kelola pemerintahan daerah yang seharusnya inklusif dan partisipatif. Jika eksekutif dan legislatif kompak dalam urusan pemerintahan, rakyatlah yang paling banyak mendapatkan manfaat.

News