MK Bergerak Cepat, Pembuat UU (Pemilu) Lambat

Kementerian Dalam Negeri

Direktur Jenderal (Dirjen) Polpum Kemendagri Bahtiar (tengah). (Dok. ANTARA/HO-Puspen Kemendagri)

Berandaindonesia.com, Jakarta–Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mulai menyusun langkah strategis sebagai respons terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memutuskan pemilu nasional dan daerah tidak lagi serentak, dengan jeda 2-2,5 tahun menurut ketentuan baru (Putusan Nomor 135/PUU‑XXII/2024).

Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri, Bahtiar, menyatakan lewat siaran pers Kemendagri di Jakarta Sabtu pagi bahwa pihaknya akan merinci dampak putusan terhadap UU Pemilu, UU Pilkada dan UU Pemerintahan daerah sebelum menyusun rencana implementasi.

“Kami di Kemendagri terlebih dahulu mendalami substansi putusan MK ini secara menyeluruh,” ujarnya sebagaimana dikutip dari Antara (28/6).

Bahtiar menambahkan, Kemendagri akan mengundang pakar hukum dan ahli pemilu untuk mendapatkan perspektif lebih menyeluruh. Mereka juga akan membahas skema pembiayaan baru untuk memastikan Pemilu nasional dan daerah dapat dilaksanakan dengan efektif dan efisien.

“Kemendagri bersama kementerian/lembaga terkait akan menyusun skema penyelenggaraan pemilu secara nasional dan lokal yang efektif agar tujuan pemisahan waktu pelaksanaan tersebut tercapai,” lanjut Bahtiar dalam keterangan yang sama.

Untuk memastikan kelancaran implementasi, Kemendagri akan menjalin komunikasi intensif dengan DPR, KPU, Bawaslu dan instansi terkait lainnya terkait putusan Mahkamah Konstitusi ini.

Pisahkan Pemilu Nasional dan Pemilu Daerah

Sebelumnya, MK memutuskan mulai 2029, keserentakan penyelenggaraan pemilihan umum yang konstitusional adalah keterpisahan penyelenggaraan Pemilu DPR, DPD, dan presiden/wakil presiden (Pemilu nasional) Pemilu DPRD dan Kepala Daerah.

Dengan demikian, “Pemilu 5 (lima) kotak” tidak lagi berlaku. Menurut putusan MK, ini juga untuk meningkatkan berkualitas, kemudahan dan kesederhanaan pemilu bagi rakyat (Pemilu).

Selain itu, MK juga berpendapat bahwa pembuat UU juga belum melakukan perubahan UU Pemilu berdasarkan perintah putusan MK Tahun 2019. Pada sisi lain, pembuat UU juga sedang melakukan reformasi terhadap semua UU yang terkait dengan Pemilu.

“Dengan pendirian tersebut, penting bagi Mahkamah Konstitusi untuk menegaskan bahwa semua model penyelenggaraan pemilihan umum, termasuk pemilihan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota yang telah dilaksanakan selama ini tetap konstitusional,” tegas Wakil Ketua MK Saldi Isra melalui situ web MK.

News